Habis Gelap Terbitlah Terang: Mengenang 119 Tahun Perjuangan Kartini

0

Istimewa

Reporter: Alkhairani Ghita Setyawan | Editor: Saskia Ayu Lastri

“Habis Gelap Terbitlah Terang”, kalimat tersebut tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. “Habis Gelap Terbitlah Terang”, merupakan judul dari buku yang ditulis oleh Raden Ajeng Kartini, pahlawan yang telah memperjuangkan derajat perempuan agar perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki sehingga dapat bersekolah tinggi dan tidak hanya bergelut di dapur. Sebab perjuangannya ini, setiap tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini. 

Raden Ajeng Kartini merupakan keturunan dari priyayi Jawa. Ia lahir di Jepara, 21 April 1879. Sebab Kartini merupakan priyayi Jawa, ia dapat bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS) sampai umur 12 tahun. Setelahnya, ia harus tinggal di rumah karena memasuki masa pingitan. Pada awal abad ke-19, situasi politik di Hindia Belanda sedang tidak stabil. Kartini melihat bahwa pada masa itu banyak hal yang menempatkan perempuan pada posisi tidak menyenangkan. Dikarenakan situasi politik tersebut, perempuan pribumi mengalami keterbelakangan, terutama dalam hal pendidikan.

Pada masa tersebut, perempuan masih dianggap sebagai konco wingking yang bermakna pelengkap rumah tangga seorang suami, atau tugasnya hanya di dapur dan mengurus anak. Kartini juga tertarik dengan kemajuan pola pikir masyarakat wanita Belanda. Hal tersebut merupakan awal mula Kartini dalam perjuangannya. Dikarenakan Kartini hobi membaca dan mengumpulkan buku-buku ilmu pengetahuan, ia mulai mengumpulkan teman-temannya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya. 

Kartini sempat menuliskan surat kepada temannya di Belanda dan memohon agar diberikan beasiswa untuk bersekolah di Belanda. Akan tetapi, beasiswa tersebut tidak jadi dimanfaatkan oleh Kartini karena ia dinikahkan oleh orang tuanya dengan Raden Adipati Joyodiningrat. Beliau sebagai suami mendukung Kartini untuk mendirikan sekolah bagi perempuan yang terletak di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor Kabupaten Rembang. 

Kartini pun melahirkan seorang anak yang bernama Soesalit Djojoadhiningrat pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, ia meninggal pada tanggal 17 September 1904 dan disemayamkan di Desa Bulu, Kabupaten Rembang. Setelah wafat, J. H. Abendanon mengumpulkan surat-surat dari Kartini dan dibukukan. Buku tersebut berjudul “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *